Post Terbaru

Kekuatan Keyakinan

Kekuatan Keyakinan, sebuah kisah yang sangat bagus untuk dibaca. Kami sedang antri periksa kesehatan. Dokter yang kami kunjungi ini termasuk dokter sepuh –berusia sekitar tujuh puluhan- spesialis penyakit... “Silakan duduk,” sambut dr.Paulus. Aku duduk di depan meja kerjanya, mengamati pria sepuh berkacamata ini yang sedang sibuk menulis identitasku di kartu pasien. “Apa yang dirasakan, Mas?” Aku pun bercerita tentang apa yang kualami sejak 2013 hingga saat ini. Mulai dari awal merasakan sakit maag, peristiwa-peristiwa kram perut, ambruk berkali-kali, gejala dan vonis tipes, pengalaman opnam dan endoskopi, derita GERD, hingga tentang radang duodenum dan praktek tata pola makan Food Combining yang kulakoni. “Kalau kram perutnya sudah enggak pernah lagi, Pak,” ungkapku, “Tapi sensasi panas di dada ini masih kerasa, panik juga cemas, mules, mual. Kalau telat makan, maag saya kambuh. Apalagi setelah beberapa bulan tata pola makan saya amburadul lagi.” “Tapi buat puasa kuat ya?” “Kuat, Pak....

W.A.K.T.U.

 W.A.K.T.U.

.

Alhamdulillah, hari ini kita sehat dan dapat beraktivitas dengan giat. Ketika sehat, biasanya jarang kita terpikir bahwa suatu saat bisa sakit. Bahkan, mungkin menurut kita apa gunanya memikirkan itu. Bukankah hidup itu di sini dan saat ini? Here and now,  kata Fritz Perls, "nabi"nya psikologi gestalt. "Carpe diem! Raih harimu!" pekik John Keating dalam Dead Poets Society. .

.

Ungkapan-ungkapan itu terdengar keren dan sangat logis. Bahkan, pada masanya, pernah sangat menginspirasi kalangan remaja. Ungkapan-ungkapan itu menjadi semacam mantra untuk membebaskan diri dari "belenggu sosial". .

.

Jika kita hanya menimbang menggunakan akal, memang tak tampak ada problem apapun dengan ungkapan-ungkapan itu. Tapi, jika kita mau berendah hati mendengar nasihat Rasul, maka kita akan melihat bahwa jalan pikiran itu berpotensi menggelincirkan kita pada penyesalan di kemudian hari. Apalagi, jika kita gagal menjawab hidup di sini dan saat ini itu untuk apa? Ke mana arahnya?

.

Rasul menasihati kita, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al Hakim)

.

Memanfaatkan waktu itu untuk menggapai tujuan Allah hadirkan kita di dunia ini. Begitu pentingnya waktu, sampai-sampai Allah bersumpah, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.(QS. Al 'Asr: 1-3)

.

Ketika waktu berlalu, ia takkan pernah kembali. Allah kabarkan tentang orang yang tak mau tahu dan tak percaya pada kabar dan janji Allah. Ia hidup sekehendak hatinya. Hingga ketika Allah buka tirai kegaiban (adzab) di hadapannya, ia pun menyesal dan merana, "Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin." [QS. As-Sajdah:12]

.

Sayang, waktu untuknya telah habis. Semoga orang itu bukan

.

#komik by @abun_nada

my instagram:

@toniismail_z

Komentar