Post Terbaru

Kekuatan Keyakinan

Kekuatan Keyakinan, sebuah kisah yang sangat bagus untuk dibaca. Kami sedang antri periksa kesehatan. Dokter yang kami kunjungi ini termasuk dokter sepuh –berusia sekitar tujuh puluhan- spesialis penyakit... “Silakan duduk,” sambut dr.Paulus. Aku duduk di depan meja kerjanya, mengamati pria sepuh berkacamata ini yang sedang sibuk menulis identitasku di kartu pasien. “Apa yang dirasakan, Mas?” Aku pun bercerita tentang apa yang kualami sejak 2013 hingga saat ini. Mulai dari awal merasakan sakit maag, peristiwa-peristiwa kram perut, ambruk berkali-kali, gejala dan vonis tipes, pengalaman opnam dan endoskopi, derita GERD, hingga tentang radang duodenum dan praktek tata pola makan Food Combining yang kulakoni. “Kalau kram perutnya sudah enggak pernah lagi, Pak,” ungkapku, “Tapi sensasi panas di dada ini masih kerasa, panik juga cemas, mules, mual. Kalau telat makan, maag saya kambuh. Apalagi setelah beberapa bulan tata pola makan saya amburadul lagi.” “Tapi buat puasa kuat ya?” “Kuat, Pak....

"MERASA DAN FAKTA"

 "MERASA DAN FAKTA"

Banyak orang yang “merasa” pinter padahal tidak. Hasilnya? Ia malas belajar. Dalam jangka panjang orang semacam ini akan tertinggal. Bila ia bekerja, karirnya akan disusul oleh anak-anak muda yang punya semangat bertumbuh. Bila ia pebisnis maka bisnisnya stagnan dan bisa berujung pada kebangkrutan.
Banyak juga orang yang “merasa” kaya padahal belum. Orang-orang seperti ini terlihat keren padahal kere. Penampilannya perlente dan klimis padahal sesungguhnya miskin. Ingin tampil dan terlihat seperti konglomerat padahal sejatinya melarat. Hidupnya dibangun di atas pondasi hutang yang semakin hari semakin membesar.
Ada pula orang yang “merasa” soleh padahal banyak berbuat salah. Orang-orang semacam ini biasanya merasa suci padahal hatinya dipenuhi penyakit hati. Mereka merasa dirinyalah yang paling benar dan orang lain penuh dengan kekeliruan. Terkadang mereka merasa hanya dirinya dan orang yang sependapat dengannya yang pantas masuk surga, orang lain neraka.
“Merasa” itu berbahaya. Tidak percaya? Simaklah kisah berikut.
Ada seorang suami yang “merasa” dirinya sangat sempurna. Ia “merasa” sudah bisa memberi semua hal untuk anak dan istrinya, padahal itu hanya perasaannya saja. Faktanya, anak dan istrinya hidupnya sengsara dan terabaikan.
Suatu saat sang suami yang “merasa” sudah menjadi suami teladan mendatangi istrinya. Ia bermaksud menikah lagi dengan gadis pujaannya. Dengan tutur kata yang indah ia merayu istrinya, “Wahai istriku, aku ini ibarat matahari, terlalu sayang bila sinarnya hanya menyinari kau seorang. Bagaimana kalau sinar ini aku bagi dengan wanita lain?”
Mendengar rayuan suaminya, istrinya yang cerdas langsung menjawab, “Aku tahu dan setuju suamiku, bila saja kau itu matahari. Tetapi sayang, kau ini lilin kecil yang menerangi rumah saja tidak terang. Jadi, bagaimana mungkin kau bisa menerangi tempat lain.”
He he he…

Komentar